Diskusi Santai dari AGDY

Malam minggu kemarin (17 April 2010) saya bersama beberapa teman dari AGDY (Asosiasi Game Developer  Yogya) bertemu di Sky Dining Cafe. Adapun topik yang kami bahas adalah seputar masalah promosi bersama sesama anggota AGDY dan persiapan ke INAICTA. Pertemuan berlangsung 2 jam lebih dan banyak hal yang bisa disepakati bersama.

Tidak mudah untuk duduk bersama, apalagi berlatar belakang berbeda. Walaupun sesama gamedev, namun platform dan tools bisa dianggap sebagai “pangkat” tidak resmi dan umumnya banyak yang tidak nyaman untuk bicara bareng. Syukurlah di Jogja model seperti itu tidak muncul. Malah kita-kita berpikir untuk mensinergikan kekuatan yang masih jauh dari tahap “aman” sebenarnya.

Promosi Bersama

Tentang asosiasi, walaupun belum optimal, beberapa anggota sudah berpikir bahwa ada hal yang bisa disinergikan dari asosiasi ini. Salah satunya adalah sarana promosi bersama. Promosi tidak harus dilakukan sendiri-sendiri, namun bisa kerja bareng dan menjelajahi pasar baru yang tadinya tidak terpikirkan untuk dieksplorasi.
Sederhana saja, kalau beberapa studio bisa bersama-sama promosi, maka pasar yang dijangkau akan lebih luas. Yang dibutuhkan hanyalah masalah kesepakatan dan aturan main yang jelas. Karena kita menyadari bahwa 3+2= bisa 7, maka asosiasi ini kita gunakan sebagai media promosi bersama selain untuk media networking dan juga media ekspresi. Pada awalnya memang mau membentuk forum komunitas, namun kalau dilihat dari esensinya, tampaknya asosiasi lebih menguntungkan untuk jangka panjang.
Dari diskusi singkat, tampaknya dari anggota yang datang, semua setuju untuk  mengangkat mas Guntur menjadi ketua AGDY untuk tahun pertama berdiri.

Menjelang INAICTA 2010

Saya juga berdiskusi dengan teman-teman seputar persiapan yang dibutuhkan untuk mengikuti InaICTA 2010. Seperti yang sudah diketahui, menembus InaICTA membutuhkan persiapan yang matang dan saya kira berbagi pengalaman akan sangat membantu memperbanyak peluang untuk masuk ke babak final.
Mengapa saya mau berbagi? Karena saya berpendapat bahwa mutu produk bukanlah menjadi satu-satunya cara untuk lolos, namun lebih dari tahap awal ketika kita menjual “ide dari karya” kita yang kemudian dibuktikan dengan produk atau demonya. Dari awal sudah menjadi titik penting bahwa karya yang diikutkan harus memiliki selling point, karena kreativitas tidak hanya diukur dari inovasi saja namun juga dari peluang implementasinya, terutama dari sudut business development.
Semoga saja banyak karya dari Jogja yang bisa ikut di InaICTA 2010 nanti. Saya anggap bahwa Jogja sebagai kota kreatif bisa semakin dibuktikan dari jumlah karya yang ikut serta. Dan karena saya ikut bagian dari promosi di Jogja untuk acara ini, tentunya besar harapan saya banyak karya yang ikut. Seperti yang saya beritahukan di presentasi Bancakan 2.0 di bulan Maret 2010 lalu, industri kreatif akan diukur dari jumlah produk dan karya dari kota asal. Faktor ini menjadi salah satu tolak ukur untuk menghitung kemampuan industri. Jika produk yang diangkat bisa banyak maka secara tidak langsung akan terukur dan menjadi salah satu pendorong untuk pemerintah dalam mempetakan serta memikirkan apa yang bisa dibangun dari kotanya masing-masing.
Saya pikir, pemetaan ini sangat penting. Sayang sekali sebenarnya, banyak karya yang bisa diimplementasikan dan diangkat sebagai produk dan layanan bisnis, namun karena pemda atau kota asalnya kurang mengetahuinya, akhirnya karya-karya ini sering terlupakan kalau tidak mau dikatakan tak mampu menembus batas antara idealisme dan ladang uang. Padahal banyak ide tersebut berpotensi untuk sukses kalau saja ada pihak yang mau menjadi pendukung baik dari promosi maupun permodalan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

izin publikasi ya..

OmahTI UGM presents:

"Seminar Start New Game"

Info lebih lanjut klik
http://seminar-startnewgame.com

Terima kasih..

Posting Komentar