ARTIKEL BAB 1 – BAB 10 ETIKA DAN PROFESIONALISME

BAB I
I. PENGERTIAN ETIKA, PENGERTIAN PROFESI, CIRI KHAS PROFESI
A. PENGERTIAN ETIKA
     Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat
CARA PENILAIAN BAIK DAN BURUK


Menurut Ajaran Agama, Adat Kebiasaan, Kebahagiaan, Bisikan Hati (Intuisi), Evolusi, Utilitarisme, Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme, Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme, Aliran Eksistensialisme, Aliran Marxisme, Aliran Komunisme
Kriteria perbuatan baik atau buruk yang akan diuraikan di bawah ini sebatas berbagai aliran atau faham yang pernah dan terus berkembang sampai saat ini. Khusus penilaian perbuatan baik dan buruk menurut agama, adapt kebiasaan, dan kebudayaan tidak akan dibahas disini.
B. Pengertian Profesi
Profesi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana profesi tersebut diatur oleh Etika Profesi dimana Etika Profesi tersebut hanya berlaku sesama Profesi tersebut.
menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Arti Profesi Terbagi Menjadi 2, Yaitu :
• Umum : Sering Kita Artikan Dengan “Pekerjaan” Atau “Job” Kita Sehari-Hari.
•   Khusus : “Jabatan Seseorang Walau Profesi Tersebut Tidak Bersifat Komersial”.
C. CIRI KHAS PROFESI
Menurut Artikel Dalam International Encyclopedia Of Education, Ada 10 Ciri Khas Suatu Profesi, Yaitu :
  1. Suatu Bidang Pekerjaan Yang Terorganisir Dari Jenis Intelektual Yang Terus Berkembang Dan Diperluas.
  2. Suatu Teknik Intelektual.
  3. Penerapan Praktis Dari Teknik Intelektual Pada Urusan Praktis.
  4. Suatu Periode Panjang Untuk Pelatihan Dan Sertifikasi.
  5. Beberapa Standar Dan Pernyataan Tentang Etika Yang Dapat Diselenggarakan.
  6. Kemampuan Untuk Kepemimpinan Pada Profesi Sendiri.
  7. Asosiasi Dari Anggota Profesi Yang Menjadi Suatu Kelompok Yang Erat Dengan Kualitas Komunikasi Yang Tinggi Antar Anggotanya.
  8. Pengakuan Sebagai Profesi.
  9. Perhatian Yang Profesional Terhadap Penggunaan Yang Bertanggung Jawab Dari Pekerjaan Profesi.
  10. Hubungan Yang Erat Dengan Profesi Lain.
BAB II
II. PENGERTIAN PROFESIONALISME, CIRI – CIRI PROFESIONALISME, KODE ETIK PROFESIONAL
A. PENGERTIAN PROFESIONALISME
Profesionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaansesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukanoleh seorang profesional. Profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuaidengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gajisebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitasatau organisasi yang didirikan sesuai dengan hukum di sebuah negara atauwilayah.

Profesionalisme menurut :

  1. KBBI, 1994
      Profesionalisme berasal dari kata profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion 
      dan memerlukan kepandaian khususuntuk menjalankannya.

2.     Longman, 1987
      Profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran, atau kualiti dariseseorang yang professional.

  1. Wignjosoebroto, 1999
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannyakegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkankeahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan, serta ikraruntuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdianselalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengahdirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan

  1. Soedijarto (1990:57)
Mendefinisikan profesionalisme sebagai perangkat atribut-atribut yangdiperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai dengan standarkerja yang diinginkan.Dari pendapat ini, sebutan standar kerja merupakan faktor pengukuranatas bekerjanya seorang atau kelompok orang dalam melaksanakantugas.

5.   Philips (1991:43)
      Memberikan definisi profesionalisme sebagai individu yang bekerjasesuai dengan standar
      moral dan etika yang ditentukan oleh pekerjaantersebut.

 B. CIRI – CIRI PROFESIONALISME
Ciri-ciri profesionalisme:
  1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahirandalam menggunakan  peralatan tertentu yang diperlukan dalampelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
  2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisissuatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepatserta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasarkepekaan. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punyakemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yangterbentang di hadapannya. Punya sikap mandiri berdasarkankeyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak danmenghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yangterbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya




C. KODE ETIK (CODE OF CONDUCT) PROFESIONAL
Ada3 hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:

  1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesitentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
  2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakatatas profesi yang bersangkutan (kalanggan sosial).
  3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasiprofesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbedasatu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatunegara tidak sama.Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkandalam kode etik (Code of conduct) profesi, yaitu :

  1. Standar – standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
  2. Standar – standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau merekamenghadapi dilemma – dilema etika dalam pekerjaan.
  3. Standar- standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau namadan fungsi – fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan – kelakuan yang jahat dari anggota – anggota tertentu.
  4. Standar – standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral – moral dari komunitas, dengan demikian standar – standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika(kode etik) profesi dalam pelayanannya

BAB III
III. MODUS – MODUS KEJAHATAN DALAM TEKNOLOGI INFORMASI
A. PENGERTIAN CYBER CRIME
Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata). Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet selain memberi manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan informasi yang dikerjakan secara elektronik. Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang lingkupnya yang luas.
Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Cybercrime merupakan fenomena sosial yang membuka cakrawala keilmuan dalam dunia hukum, betapa suatu kejahatan yang sangat dasyat dapat dilakukan dengan hanya duduk manis di depan komputer. Cybercrime merupakan sisi gelap dari kemajuan tehnologi komunikasi dan informasi yang membawa implikasi sangat luas dalam seluruh bidang kehidupan karena terkait erat dengan economic crime dan organized crimes.
Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan.
B. MODUS OPERANDI
Menurut RM. Roy Suryo dalam Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret 2001 h.12, kasus-kasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis berdasarkan modusnya, yaitu :
1. Pencurian Nomor Kartu Kredit.
Menurut Rommy Alkatiry (Wakil Kabid Informatika KADIN), penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain di internet merupakan kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di Indonesia. Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain memang tidak rumit dan bisa dilakukan secara fisik atau on-line. Nama dan kartu kredit orang lain yang diperoleh di berbagai tempat (restaurant, hotel atau segala tempat yang melakukan transaksi pembayaran dengan kartu kredit) dimasukkan di aplikasi pembelian barang di internet.
2. Memasuki, memodifikasi atau merusak homepage (hacking)
Menurut John. S. Tumiwa pada umumnya tindakan hacker Indonesia belum separah aksi di luar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas masuk ke suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati. Di luar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak data base bank.
3. Penyerangan situs atau e-mail melalui virus atau spamming.
Modus yang paling sering terjadi adalah mengirim virus melalui e-mail. Menurut RM. Roy Suryo, di luar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi karena peraturan yang ada belum menjangkaunya.
KASUS-KASUS COMPUTER CRIME/CYBER CRIME
Dunia perbankan melalui Internet (e-banking) Indonesia dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain www.klik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com, dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan ini nyaris sama. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat diketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik berhati-hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo site), bukan untuk mengeruk keuntungan.
Kasus yang menghebohkan lagi adalah hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface dengan mengubah nama-nama partai yang ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama-nama partai yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan bisa diubah.5 Kelemahan administrasi dari suatu website juga terjadi pada penyerangan terhadap website www.golkar.or.id milik partai Golkar. Serangan terjadi hingga 1577 kali melalui jalan yang sama tanpa adanya upaya menutup celah disamping kemampuan hacker yang lebih tinggi. Dalam hal ini teknik yang digunakan oleh hacker adalah PHP Injection dan mengganti tampilan muka website dengan gambar wanita sexy serta gorilla putih sedang tersenyum.
Dari realitas tindak kejahatan tersebut di atas bisa dikatakan bahwa dunia ini tidak lagi hanya melakukan perang secara konvensional akan tetapi juga telah merambah pada perang informasi.
Berita Kompas Cyber Media (19/3/2002) menulis bahwa berdasarkan survei AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dalam tindak kejahatan di internet. Meski tidak disebutkan secara rinci kejahatan macam apa saja yang terjadi di Indonesia maupun WNI yang terlibat dalam kejahatan tersebut, hal ini merupakan peringatan bagi semua pihak untuk mewaspadai kejahatan yang telah, sedang, dan akan muncul dari pengguna teknologi informasi (Heru Sutadi, Kompas, 12 April 2002, 30).
BAB IV
IV. IT FORANSICS
A. AUDIT
Audit teknologi informasi (Inggris: information technology (IT) audit atau information systems (IS) audit) adalah bentuk pengawasan dan pengendalian dari  infrastruktur teknologi informasi secara menyeluruh. Audit teknologi informasi ini dapat berjalan bersama-sama dengan audit finansial dan audit internal, atau dengan kegiatan pengawasan dan evaluasi lain yang sejenis. Pada mulanya istilah ini dikenal dengan audit pemrosesan data elektronik, dan sekarang audit teknologi informasi secara umum merupakan proses pengumpulan dan evaluasi dari semua kegiatan sistem informasi dalam perusahaan itu. Istilah lain  dari  audit  teknologi  informasi  adalah  audit  komputer  yang  banyak  dipakai  untuk  menentukan apakah aset sistem informasi perusahaan itu telah bekerja secara efektif, dan integratif dalam mencapai target organisasinya.

Jejak  audit  atau  log  audit  adalah  urutan  kronologis  catatan  audit,  yang  masing-masing  berisi  bukti langsung yang berkaitan dengan dan yang dihasilkan dari pelaksanaan suatu proses bisnis atau fungsi sistem.

Catatan Audit biasanya hasil dari kegiatan seperti transaksi atau komunikasi oleh orang-orang individu, sistem, rekening atau badan lainnya. Audit IT sendiri berhubungan dengan berbagai macam ilmu, antara lain Traditional Audit, Manajemen  Sistem Informasi, Sistem Informasi Akuntansi,  Ilmu Komputer,  dan Behavioral Science. Audit IT bertujuan untuk meninjau dan mengevaluasi faktor-faktor ketersediaan (availability), kerahasiaan (confidentiality), dan keutuhan (integrity) dari sistem informasi organisasi yang bersifat online atau real time.

B. AUDIT TRAIL
Audit trail sebagai “yang menunjukkan catatan yang telah mengakses sistem operasi komputer dan apa yang dia telah dilakukan selama periode waktu tertentu”.
Dalam telekomunikasi, istilah ini berarti catatan baik akses selesai dan berusaha dan jasa, atau data membentuk suatu alur yang logis menghubungkan urutan peristiwa, yang digunakan untuk melacak transaksi  yang  telah  mempengaruhi  isi  record.                                                                Dalam  informasi  atau  keamanan  komunikasi,  audit informasi berarti catatan kronologis kegiatan sistem untuk memungkinkan rekonstruksi dan pemeriksaan dari urutan peristiwa dan / atau perubahan dalam suatu acara.

Dalam penelitian keperawatan, itu mengacu pada tindakan mempertahankan log berjalan atau jurnal dari keputusan yang berkaitan dengan sebuah proyek penelitian, sehingga membuat jelas langkah-langkah yang diambil dan perubahan yang dibuat pada protokol asli. Dalam  akuntansi,   mengacu  pada  dokumentasi  transaksi  rinci  mendukung   entri  ringkasan  buku. Dokumentasi ini mungkin pada catatan kertas atau elektronik. Proses yang menciptakan jejak audit harus selalu berjalan dalam mode istimewa, sehingga dapat mengakses dan mengawasi semua tindakan dari semua pengguna, dan user normal tidak bisa berhenti / mengubahnya.  Selanjutnya,  untuk alasan yang sama, berkas jejak atau tabel database dengan jejak tidak boleh diakses oleh pengguna normal. Dalam apa yang berhubungan dengan audit trail, itu juga sangat penting untuk mempertimbangkan isu- isu tanggung jawab dari jejak audit Anda, sebanyak dalam kasus sengketa, jejak audit ini dapat dijadikan sebagai bukti atas kejadian beberapa.


Perangkat lunak ini dapat beroperasi dengan kontrol tertutup dilingkarkan, atau sebagai sebuah ‘sistem tertutup,  ”seperti  yang  disyaratkan  oleh banyak  perusahaan  ketika  menggunakan  sistem  Audit  Trail.

C. REAL TIME AUDITS
Apa yang dimaksud Real Time Audit????
Dari beberapa sumber yang didapat yang dimaksud dengan Real Time Audit (RTA) adalah suatu sistem untuk mengawasi teknis dan keuangan sehingga dapat memberikan penilaian yang transparan status saat ini dari semua kegiatan dengan mengkombinasikan prosedur sederhana atau logis untuk merencanakan dan melakukan dana kegiatan, siklus proyek pendekatan untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung, dan penilaian termasuk cara mencegah pengeluaran yang tidak sesuai. Audit IT lebih dikenal dengan istilah EDP Auditing (Electronic Data Processing) yang digunakan untuk menguraikan dua jenis aktifitas yang berkaitan dengan komputer. Salah satu penggunaan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan proses penelahan dan evaluasi pengendalian-pengendalian internal dalam EDP. Pada audit IT sendiri berhubungan dengan berbagai macam-macam ilmu, antara lain Traditional Audit, Manajemen Sistem Informasi, Sistem Informasi Akuntansi, Ilmu Komputer, dan Behavioral Science. Tujuan dari audit IT adalah untuk meninjau dan mengevaluasi faktor-faktor ketersediaan (availability), kerahasiaan (confidentiality), dan keutuhan (integrity) dari sistem informasi organisasi yang bersifat online atau real time. Pada Real Time Audit (RTA) dapat juga menyediakan teknik ideal untuk memungkinkan mereka yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja karena sistem ini tidak mengganggu atau investor dapat memperoleh informasi yang mereka butuhkan tanpa menuntut waktu manajer.
Ada beberapa pendapat mengenai real time audit (RTA) dari dua sumber yang saya dapatkan. Ada yang mengartikan real time audit merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk mengawasi kegiatan teknis dan keuanagan sehingga dapat memberikan penilaian yang transparan status saat ini dari semua kegiatan, di mana pun mereka berada. Ada juga yang berpendapat bahwa real time audit adalah suatu proses kontrol pengujian terhadap infrastruktur teknologi informasi dimana berhubungan dengan masalah audit finansial dan audit internal secara online atau bisa dikatakn real time bisa disamakan dengan audit IT lebih dikenal dengan istilah EDP Auditing (Electronic Data Processing),  biasanya digunakan untuk menguraikan dua jenis aktifitas yang berkaitan dengan komputer.





Cara kerja Audit Trail
Audit Trail yang disimpan dalam suatu table
1. Dengan  menyisipkan  perintah  penambahan  record  ditiap query Insert,  Update  dan
   Delete
2. Dengan memanfaatkan fitur trigger pada DBMS. Trigger adalah kumpulan SQL
     statement, yang secara otomatis menyimpan log pada event INSERT, UPDATE, ataupun
     DELETE pada sebuah tabel.

Fasilitas Audit Trail
Fasilitas Audit Trail diaktifkan, maka setiap transaksi yang dimasukan ke Accurate, jurnalnya akan dicatat di dalam sebuah tabel, termasuk oleh siapa, dan kapan. Apabila ada sebuah transaksi yang di-edit, maka jurnal lamanya akan disimpan, begitu pula dengan jurnal barunya.
Hasil Audit Trail
Record Audit Trail disimpan dalam bentuk, yaitu :
1.   Binary File – Ukuran tidak besar dan tidak bisa dibaca begitu saja
2.   Text File – Ukuran besar dan bisa dibaca langsung
3.   Tabel.

Tools yang Digunakan Untuk IT Audit
Tool-Tool Yang Dapat Digunakan Untuk Mempercepat Proses Audit Teknologi Informasi, antara lain:
1. ACL
ACL  (Audit  Command  Language)  merupakan  sebuah  software  CAAT  (Computer  Assisted  Audit Techniques) yang sudah sangat populer untuk melakukan analisa terhadap data dari berbagai macam sumber.  http://www.acl.com/
2.Picalo
Picalo merupakan sebuah software CAAT (Computer Assisted Audit Techniques)  seperti halnya ACL
yang dapat dipergunakan untuk menganalisa data dari berbagai macam sumber.http://www.picalo.org/

3.Powertech Compliance Assessment
Powertech Compliance Assessment  merupakan automated audit tool yang dapat dipergunakan untuk mengaudit dan mem-benchmark user access to data, public authority to libraries, user security, system security,   system   auditing   dan   administrator   rights   (special   authority)   sebuah   server   AS/400.

4.Nipper
Nipper  merupakan  audit  automation  software  yang  dapat  dipergunakan  untuk  mengaudit  dan  mem- benchmark konfigurasi sebuah router.  http://sourceforge.net/projects/nipper/

5.Nessus
Nessus merupakan sebuah vulnerability assessment software.http://www.nessus.org/

6.Metasploit
Metasploit Framework merupakan sebuah penetration testing tool.http://www.metasploit.com/

7.NMAP
NMAP merupakan open source utility untuk melakukan security auditing.http://www.insecure.org/nmap/

8.Wireshark
Wireshark merupakan network utility yang dapat dipergunakan untuk meng-capture paket data yang ada di dalam jaringan komputer.  http://www.wireshark.org/



IT Forensik

Keamanan komputer merupakan hal yang menarik untuk disimak. Perkembangan dunia IT yang sangat cepat telah melahirkan dimensi lain dari teknologi, yaitu kejahatan dengan peran computer sebagai alat utamanya. Istilah yang populer untuk modus ini disebut dengan cybercrime.
Adanya kecenderungan negative dari teknologi computer tersebut telah memunculkan berbagai permasalahan  baru, baik secara mikro karena hanya berefek pada tingkatan  personal/perseorangan, sampai kepada persoalan makroyang memang sudah pada wilayah komunal, publik, serta memiliki efek dominokemana-mana. Untuk negara yang sudah maju dalam IT-nya, pemerintahan setempat atau Profesional swasta bahkan telah membentuk polisi khusus penindak kejahatan yang spesifik menangani permasalahan-permasalahan ini. Cyber Police adalah polisi cyber yang diberikan tugas untuk menindak pelaku-pelaku   kriminalitas   di  dunia  cyber,  yang  tentu  saja  agak  sedikit  berbeda  dengan  polisi
‘konvensional’, para petugas ini memiliki kemampuan dan perangkat khusus dalam bidang komputerisasi.

Sejarah IT

Perkembangan  IT  bermula  apabila Generasi  Komputer  Digital  wujud.  Generasi  pertama  wujud  pada tahun  1951-1958.  Pada  ketika  itu  tiub  vakum  telah  digunakan  sebagai  elemen  logik  utama.  Input terhadap komputer menggunakan kad tebuk dan data disimpan dengan menggunakan storan luaran. Storan dalamannya pula menggunakan drum magnetik. Aturcara ditulis dalam bahasa mesin dan bahasa himpunan.
Generasi Kedua (1959-1963) menggantikan tiub vakum dengan transistor sebagai elemen logik utama. Pita magnetik dan cakera pula telah menggantikan  kat tebuk dan bertindak sebagai peralatan storan luaran. Bahasa pengaturcaraan aras tinggi digunakan untuk membuat aturcara seperti FORTRAN dan COBOL.
Transistor  pula telah digantikan  dengan litar bersepadu  pada  era Generasi  Ketiga  (1964-1979).  Pita magnetik  dan cakera menggantikan  kad tebuk  sepenuhnya  dan ingatan metal oksida semikonduktur (MOS) diperkenalkan. Bahasa lebih tinggi telah dibangunkan seperti BASIC.
Komputer  Generasi  Keempat  seperti hari ini menggunakan  litar bersepadu  berskala (LSI dan VLSI). Mikroprosessor mengandungi litar ingatan, logik dan kawalan direka dalam satu cip sahaja. Komputer

BAB V
V. PERBEDAAN BERBAGAI CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA
Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur. Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang wargaIndonesia melakukan transaksi dengan sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan kapan) sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?
Teknologi digital yang digunakan untuk mengimplementasikan dunia cyber memiliki kelebihan dalam hal duplikasi atau regenerasi. Data digital dapat direproduksi dengan sempurna seperti aslinya tanpa mengurangi kualitas data asilnya. Hal ini sulit dilakukan dalam teknologi analog, dimana kualitas data asli lebih baik dari duplikatnya. Sebuah salian (fotocopy) dari dokumen yang ditulis dengan tangan memiliki kualitas lebih buruk dari aslinya. Seseorang dengan mudah dapat memverifikasi keaslian sebuah dokumen. Sementara itu dokumen yang dibuat oleh sebuah wordprocessor dapat digandakan dengan mudah, dimana dokumen “asli” dan “salinan” memiliki fitur yang sama. Jadi mana dokumen yang “asli”? Apakah dokumen yang ada di disk saya? Atau yang ada di memori komputer saat ini? Atau dokumen yang ada di CD-ROM atau flash disk? Dunia digital memungkinkan kita memiliki lebih dari satu dokumen asli.
Seringkali transaksi yang resmi membutuhkan tanda tangan untuk meyakinkan keabsahannya. Bagaimana menterjemahkan tanda tangan konvensional ke dunia digital? Apakah bisa kita gunakan tanda tangan yang di-scan, atau dengan kata lain menggunakandigitized signature? Apa bedanya digitized signature dengan digital signature dan apakah tanda tangan digital ini dapat diakui secara hukum?
Tanda tangan ini sebenarnya digunakan untuk memastikan identitas. Apakah memangdigital identity seorang manusia hanya dapat diberikan dengan menggunakan tanda tangan? Dapatkah kita menggunakan sistem biometrik yang dapat mengambil ciri kita dengan lebih akurat? Apakah e-mail, avatardigital dignaturedigital certificate dapat digunakan sebagai identitas (dengan tingkat keamanan yang berbeda-beda tentunya)?
Semua contoh-contoh (atau lebih tepatnya pertanyaan-pertanyaan) di atas menantang landasan hukum konvensional. Jadi, apakah dibutuhkan sebuah hukum baru yang bergerak di ruang cyber, sebuah cyberlaw? Jika dibuat sebuah hukum baru, manakah batas teritorinya? Riil atau virtual? Apakah hukum ini hanya berlaku untukcybercommunity – komunitas orang di dunia cyber yang memiliki kultur, etika, dan aturan sendiri – saja? Bagaimana jika efek atau dampak dari (aktivitas di) dunia cyber ini dirasakan oleh komunitas di luar dunia cyber itu sendiri?
Atau apakah kita dapat menggunakan dan menyesuaikan hukum yang sudah ada saat ini? Kata “cyber” berasal dari “cybernetics,” yaitu sebuah bidang studi yang terkait dengan komunikasi dan pengendalian jarak jauh. Norbert Wiener merupakan orang pertama yang mencetuskan kata tersebut. Kata pengendalian perlu mendapat tekanan karena tujuannya adalah “total control.” Jadi agak aneh jika asal kata cyber memiliki makna dapat dikendalikan akan tetapi dunia cyber tidak dapat dikendalikan.
Perkembangan Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce),electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.

Cyberlaw
Cyberlaw merupakan salah satu solusi dalam menangani kejahatan di dunia maya yang kian meningkat jumlahnya. Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime. Tetapi Cyberlaw tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya. Tetapi perkembangan cyberlaw di Indonesia ini belum bisa dikatakan maju. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Maret 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan lain sebagainya.
Cyberlaw di Indonesia
Perkembangan cyberlaw di Indonesia belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan karena belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat pun sudah sangat maju dibandingkan di Indonesia. Sebagai solusi dari masalah tersebut, pada tanggal 25 Maret 2008 DPR mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini merupakan undang-undang yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Sejak dikeluarkannya UU ITE, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Peraturan yang terdapat dalam pasal-pasal dalam UU ITE yang dibuat pemerintah, secara praktis telah memberi peraturan bagi para pengguna internet. Hal itu tentu berdampak pada industri internet yang selama ini belum mendapatkan pengawasan yang ketat.
Undang-Undang Dunia Maya
Undang-Undang Dunia Maya di Amerika Serikat
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Electronic Transaction Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus:
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan:
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
 Undang-Undang Dunia Maya di Eropa
Undang-Undang Khusus:
  • Convention on Cybercrime, 23.XI.2001

Undang-Undang Sisipan:
• E-Privacy Directive 2002/58/EC: Processing of Personal Data and the Protection of Privacy in Electronic Communication Sector
• E-Commerce Directive 2000/31/EC: Legal Aspects of Information Society Services, in Particular Electronic Commerce, in th eInternet Market.
• Telecommunications Privacy Directive 97/66/EC: Processing of Personal Data and th eProtection of Privacy in the Telecommunication Sector.
• Data Protection Directive 95/46/EC: Protection of Individuals with Regard the Processing of  Personal Data and the Free Movement of Such Data.
 Undang-Undang Dunia Maya di Australia
• Digital Transaction Act
• Privacy Act
• Crimes Act
• Broadcasting Service Amendment (online service) Act

BAB VI.
VI. PERATURAN DAN REGULASI
UU NO. 19 TENTANG HAK CIPTA
KETENTUAN UMUM, LINGKUP HAK CIPTA PERLINDUNGAN HAK CIPTA, PEMBATASAN, HAK CIPTA PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI

HAK CIPTA 
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaanhasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta memungkinkan pemegang hak tersebutuntuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karyaseni atau karya cipta atau “ciptaan”. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual,namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yangmemberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoliuntuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatugagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkinterwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengantokoh kartunMiki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut ataumenciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidakmelarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini,Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.

Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannyaatau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).

SEJARAH HAK CIPTA DI INDONESIA

Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undangNomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kiniberlaku.

 HAK – HAK YANG TERCAKUP DALAM HAK CIPTA
  a. Hak eksklusif 

Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalahyang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarangmelaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:

 - membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk,pada
   umumnya, salinan elektronik),
 - mengimpor dan mengekspor ciptaan,
 - menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
 - menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
 - menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan                              menerjemahkan,mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan,mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, danmengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”.Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitandengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitupemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untukmengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkanoleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 912 dan bab VII). Sebagai contoh,seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya denganpewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pulamengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratantertentu (UU 19/2002 bab V).

b. Hak Ekonomi dan Hak Moral
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.Hak cipta diIndonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”

Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hakmoral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkandengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contohpelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnyahak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diaturdalam pasal 2426 Undang-undang Hak Cipta.

Perlindungan Hak Cipta
 Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer,pamflet, perwajahan (lay out ) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yangdibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks,drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (sepertiseni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, arsitektur, peta, seni batik , fotografi, dansinematografi.

Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saatdiciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu “pemberitahuan hak cipta” (copyright notice).Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (©), atau kata”copyright “, yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebuttelah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akantertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu.Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwaciptaan tersebut berhak cipta.Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama baginegara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu,persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelumnegara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.

Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaanyang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkanatau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lainyang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa

Perkecualian dan batasan Hak Cipta 
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai yang dianggaptidak melanggar hak cipta (pasal 1418). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hakcipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untukkegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkuppendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidakmerugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah”kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatuciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan ataupementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan ataupencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, denganmencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jikaada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuatsalinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untukdigunakan sendiri.Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkanatau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum ataukepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan “yang apabiladiumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atauras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangandengan normakesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17).ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuaipada kejahatan yang di lakukanMenurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembagaNegara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusanpengadilan atau penetapan hakim.

Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negaradan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnyadengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembagapenyiaran, dansuratkabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkansecara lengkap.

Prosedur  Pendaftaran Hak Cipta Di Indonesia
 Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hakcipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukankarena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awaldi pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IVUndang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal HakKekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak AsasiManusia]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melaluikonsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs webDitjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dandapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

Berikut ini dituturkan acara mendaftarkan karya kita ke HKI
1.Langkah pertama adalah, jenis karya apa yang akan kita daftarkan ke HKI :
a. Gambar Karakter
b. Buku Komik
c. Logo
d. Merek 


Gambar Karakter
Siapkan 10 copy gambar karakter kamu yang telah di cetak (print), kalau gambar kamu berwarnasebaiknya dicetak (print) berwarna pula semuanya. Sertakan nama tokoh karakternya didalamgambar tersebut. Dan ukurannya usahakan tidak melebihi 15cm x 15 cm (atau jangan melebihiukuran kertas formulir HKI).

Buku Komik
Siapkan 3 copy buku komik yang dicetak (print) dengan terjilid rapih. Dan bila buku komik kamu luardan isinya berwarna sebaiknya dicetak (print) berwarna juga. Untuk ukuran bebas. Dan yang perludingat adalah didalam buku komik itu cantumkan nama penciptanya dan samakan dengan isiannama permohonan pada formulir HKI.

Logo
Siapkan 10 copy gambar logo kamu yang telah di cetak (print), kalau gambar logo kamu berwarnasebaiknya dicetak (print) berwarna pula semuanya. Dan ukurannya usahakan tidak melebihi 15cm x15 cm (atau jangan melebihi ukuran kertas formulir HKI).

Merek
 Siapkan 10 copy tulisan nama merek kamu yang telah di cetak (print).

2. Siapkan dana, materai 6000 dan foto copy KTP :a.
Gambar Karakter: Rp. 75.000,- per gambar + 1 Materai 6000 + Foto Copy KTPb.
Buku Komik: Rp. 75.000,- per 1 buku + 1 Materai 6000 + Foto Copy KTPc.
Logo : Rp. 75.000,- per logo + 1 Materai 6000 + Foto Copy KTPd.
Merek : Rp. 350.000,- per merek + 1 Materai 6000 + Foto Copy KTP/SIUP/Akta Perusahaan.

3. Datang ke kantor HKI:DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAM R.IDirektorat Jenderal
    Hak Kekayaan IntelektualDit. Hak Cipta, Desain Industri, DTLST & Rahasia DagangJl.
    Daan Mogot Km 24 Tanggerang 15119 IndonesiaTelp. (021) 5525388, 5524839Jam
    pelayanan : 09.00 – 16.00 WIB (Senin – Jumat)

  1. Minta formulir pendaftaran di loket masing-masing, sebab untuk ciptaan seni lukis  
     (gambarkarakter, buku komik dan logo) dan merek berbeda loket dan berbeda formulirnya.  
     Dalam hal iniakan diberi contoh dengan formulir HKI khusus ciptaan seni lukis. Setelah
     kamu dapatkanformulirnya kamu isi dengan ketikan, kamu harus isi formulir dengan   
     ketikan (mesin ketik) bisa kamubawa pulang formulirnya dan diketik dirumah / dikantor
     atau dimana saja. Berikut dibawah iniadalah formulir ciptaan seni lukis untuk gambar  
     karakter yang sudah diketik:

BAB VII
VII. PERATURAN DAN REGULASI

KETERBATASAN UU TELEKOMUNIKASI DALAM MENGATUR PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,
Menimbang:
  1. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;
  2. bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa;
  3. bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi;
  4. bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional;
  5. bahwa sehubungan deingan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentangTelekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu diganti; 
 Mengingat: 
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945; 

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN PAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  4. Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
  5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
  6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
  8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
  9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
  10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
  11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
  12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  13. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  14. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  15. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
  16. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
  17. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 4
  1. Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
  2. Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian.
  3. Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian di bidang telekomunikasi, sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
Pasal 5
  1. Dalam rangka pelaksanaan pembinaan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah melibatkan peranserta masyarakat.
  2. Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi.
  3. Pelaksanaan peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.
  4. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat 3 keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan dan jasa telekomunikasi. dan masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.
  5. Ketentuan mengenai tata cara peranserta masyarakat dan pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasiIndonesia.
BAB IV
PENYELENGGARAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
  1. Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
    1. penyeienggaraan jaringan telekomunikasi;
    2. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
    3. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
  2. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    1. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
    2. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
    3. dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan;
    4. peranserta masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8
  1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
    1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
    2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
    3. badan usaha swasta; atau 
    4. koperasi.
  2. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf c dapat dilakukan oleh:
  1. perseorangan;
  2. instansi pemerintah;
  3. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
  1. Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
  1. Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 1 dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
  2. Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
  3. Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk:
  1. keperluan sendiri;
  2. keperluan pertahanan keamanan negara;
  3. keperluan penyiaran.
  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a terdiri dari penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan:
 .        perseorangan;
  1. instansi pemerintah;
  2. dinas khusus;
  3. badan hukum.
  1. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Larangan Praktek Monopoli
Pasal 10
  1. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
  2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Perizinan
Pasal 11
  1. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.
  2. lzin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan dengan memperhatikan:
  1. tata cara yang sederhana;
  2. proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
  3. penyelesaian dalam waktu yang singkat.
  1. Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyetenggara dan Masyarakat
Pasal 12
  1. Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
  2. Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
  3. Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung, jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
Pasal 14
Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
  1. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
  2. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.
  3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
  1. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
  2. Kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
  3. Ketentuan kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:
  1. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
  2. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
  3. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Pasal 18
  1. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
  2. Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
  3. Ketentuan mengenai pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut:
  1. keamanan negara;
    1. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
    2. bencana alam;
    3. marabahaya; dan atau
    4.  wabah penyakit.
Pasal 21
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
  1. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
    1. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
    2. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23
  1. Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran.
  2. Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 24
Permintaan penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan sistem penomoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
  1. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
  2. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
  3. Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan berdasarkan prinsip:
  1. pemanfaatan sumber daya secara efisien;
  2. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
  3. peningkatan mutu pelayanan; dan
  4. persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
  1. Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
  1. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari persentase pendapatan.
  2. Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
T a r i f
Pasal 27
Susunan tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf a dan huruf b dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
  2. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf c dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.
Pasal 30
  1. Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf a, dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a dan huruf b setelah mendapat izin Menteri.
  2. Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
  3. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
  1. Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf b belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.
  2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
Bagian Kesepuluh
Perangkat Telekomunikasi,
Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32
  1. Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
  1. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
  2. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
  3. Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
  4. Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
  1. Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
  2. Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
  3. Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
  1. Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
  2. Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali.
  1. untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keamanan lalu lintas pelayaran; atau
  2. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
  3. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
  1. Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
  1. Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
  2. Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
  1. untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas penerbangan; atau
  2. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
  3. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
  1. Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.
Bagian Kesebelas
Pengamanan Telekomunikasi
Pasal 38
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Pasal 39
  1. Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.
  2. Ketentuan pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi, dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
  1. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
  2. Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
  1. permintaan tertulis laksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
  2. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
  1. Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 2 tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.
BAB V
P E N Y I D I K A N
Pasal 44
  1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
  2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang:
  1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  2. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  3. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
  4. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
  5. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  6. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  7. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
  8. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
  9. mengadakan penghentian penyidikan.
  1. Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1, Pasal 18 ayat 2, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat 2, Pasal 26 ayat 1, Pasal 29 ayat 1, Pasal 29 ayat 2, Pasal 33 ayat 1, Pasal 33 ayat 2, Pasal 34 ayat 1, atau Pasal 34 ayat 2 dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
  1. Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
  2. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun danlatau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 atau Pasal 29 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
  1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 atau Pasal 33 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00,- (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentangTelekomunikasi, tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-undang ini.
Pasal 62
  1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, hak-hak tertentu yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Penyelenggara untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 masih berlaku.
  2. Jangka waktu hak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dipersingkat sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Penyelenggara.
Pasal 62
Pada saat Undang-undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentangTelekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3391) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentangTelekomunikasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
M U L A D I


Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi

Di Indonesia banyak sekali UU yang kita sendiri tidak mengetahui persis apa isinya tetapi di sini akan di jelaskan salah satunya yaitu UU NO.36
Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi,antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
KESIMPULAN :
* Adanya keterbatasan undang-undang yang dibuat sehingga hanya efektif sebagian karna kurang kuatnya hukum terhadap instansi pemerintah,korporasi dan sebagainya.
* Ragamnya peraturan perundangan di Indonesia dimana undang-undang yang satu saling bertentangan
* Menghadapi kondisi demikian seyogyanya ada keberanian dan inovasi dari penegak hukum untuk mengefektifkan peraturan yang ada dengan melakukan interpretasi atau kontruksi hukum yang bersumber pada teori atau ilmu hukum,pendapat ahli,jurisprudensi,atau bersumber dari ide-ide dasar yang secara konseptual dapat dipertanggungjawabkan.

BAB VIII
VIII. RUU ITE
1. Peraturan dan Regulasi RUU ITE
A. Undang – undang no. 36 Telekomunikasi
  • bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  • bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;
  • bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi;
  • bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandarig terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional;
  • bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai Iagi, sehingga perlu diganti;



Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
  • Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
  • Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  • Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  • Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
  • Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
  • Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  • Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
  • Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
  • Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
  • Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan     jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
  • Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
  • Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  • Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  • Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  • Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
  • Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
  • Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
Azas dan tujuan nya :
Penyelenggaraan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan Iebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.
Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
2. Implementasi Pemberlakuan  RUU ITE
Kelompok Informasi
Dalam kaitan dengan masyarakat Informasi, di bedahkan menjadi empat kelompok pengguna Informasi yaitu :


  • Publik
Kelompok  publik, yaitu layanan punlic di mana informasi dapat diakses oleh Masyarakat Informasi siapa saja dan untuk semua kalangan (media cetak dan elektronik)
  • Komunitas Publik
Layanan public di mana informasi dapat diakses oleh Masyarakat Indonesiayang masuk dalam suatu komunitas tertentu dengan persetujuan kelompok komunitas tersebut (seperti group alumni, kelompok kegiatan dll).
  • Komunitas Member
Layanan public di mana informasi dapat diakses oleh masyarakat informasi yang masuk dalam suatu komunitas member tertentu dengan mengisi registrasi form yang telah disepakati dengan data-data yang dibutuhkan.
  • Individual
Layanan Public di mana informasi dapat diakses oleh perseorangan atau dua orang atau lebih, organisasi ini   atau badan. ( seperti email, SMS, facebook, bloger, Domain dll)
Dari keempat hal tersebut sangat berkaitan erat dengan komunikasi dan informasi, sehingga penerapan undang-undang ITE baik pasa-pasal tentang pelarangan informasi dalam bahasan di atas maupun pasal-pasal pengecualian, untuk itu perlu penjelasan dan refisi UU-ITE, yang pokok bahasannya meliputi ;
  • Perlu diperjelas revisi pasal-pasal pelarangan / pelanggaran penggunaan informasi yang kebanyakan Masyarakat Informasi.
  • Perlu diperjelas revisi pasal-pasal pelarangan / pelanggaran dan pasal-pasal pengecualian, sehingga penggunaan informasi yang kebanyakan Masyarakat Informasi akan mengetahui atau hal-hal yang berkaitan dengan UU-ITE tersebut.
  • Perlu dibuat penjelasan atau revisi pasal-pasal pada UU-ITE agar masyarakat Informasi di era teknologi informasi dapat memanfaatkan Informasi secara benar dan bertanggung jawab.
  • Perlu dibuat penjelasan atau revisi pasal-pasal pada UU-ITE agar pelaku / penerima informasi di era teknologi informasi dapat memahami UU-ITE, sehingga tidak melakukan perlakuan hukum yang tidak sewajarnya.
  • Perlu dibuat penjelasan / revisi pasal-psal pada UU-ITE agar penegak hukum pada era teknologi informasi dapat menerapkan UU-ITE, pada jalur hukum yang sebenarnya.

BAB IX
ASPEK BISNIS DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
PROSEDUR PENDIRIAN USAHA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
Teknologi Informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer, tetapi merupakan semua perangkat atau peralatan yang dapat membantu seseorang bekerja dan segala hal yang berhubungan dengan suatu proses, dan juga bagai mana suatu informasi itu dapat sampai ke pihak yang membutuhkan, baik berupa data, suara ataupun video. Di bidang Ekonomi dan bisnis, Perkembangan Teknologi telah dan sangat berpengaruh terhadap aspek ekonomi dan bisnis di dunia dan secara khusus di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (PT Telkom Indonesia Tbk.) merupakan salah satu contoh perusahaan bisnis yang bergerak di bidang TI.
Dua aspek penting dalam pengembangan bisnis yang berhubungan dengan Teknologi Informasi adalah infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Selain kedua aspek tersebut, tentunya masih banyak aspek lain seperti finansial. Namun, lemahnya infrastruktur dan kelangkaan SDM merupakan penyebab utama lambannya bisnis IT. Langkanya SDM IT yang handal merupakan masalah utama di seluruh dunia. Kelangkaan ini disebabkan meledaknya bisnis yang berbasis IT (dan khususnya bisnis yang berbasis Internet).
Dalam mendirikan suatu badan usaha atau bisnis khusunya di bidang IT, apa sebenarnya yang harus kita ketahui dan lakukan? Kita harus mengetahui bagaimana proses atau tahap untuk melakukan atau membangun sebuah bisnis khususnya di bidang TI.

Prosedur Pendirian Badan Usaha IT
Dari beberapa referensi dijelaskan lingkungan usaha dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu faktor lingkungan ekonomi dan faktor lingkungan non ekonomi.
Faktor lingkungan ekonomi meliputi segala kejadian atau permasalahan penting di bidang perekonomian nasional yang dapat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Sedangkan faktor lingkungan non ekonomi merupakan pristiwa atau isu yang menonjol dibidang politik,keamanan,sosial dan budaya yang mempengaruhi kelangsungan hidup pelaku usaha.
Dalam prakteknya faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi yang tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan perusahaan sangat luas dan banyak ragamnya. Sehingga hal ini kadang-kadang membingungkan kita untuk dapat mengamatinya dengan baik . Pada bahasan ini kami pengelompokan berbagai ragam lingkungan eksternal ini menjadi 5(lima) dimensi lingkungan eksternal perusahaan.
Klasifikasi Dimensi Lingkungan Eksternal Kegiatan Usaha:
1. Perekonomian Global dan Kerjasama Internasional (Ekonomi)
2. Pembangunan dan Perekonomian Nasional (Ekonomi)
3. Politik, Hukum dan Perundang-Undangan (Non-Ekonomi)
4. Teknologi (Non-Ekonomi)
5. Demografi, Sosial dan Budaya (Non-Ekonomi)
Selanjutnya untuk membangun sebuah badan usaha, terdapat beberapa prosedur peraturan perizinan, yaitu :
1. Tahapan pengurusan izin pendirian
Bagi perusahaan skala besar hal ini menjadi prinsip yang tidak boleh dihilangkan demi kemajuan dan pengakuan atas perusahaan yang bersangkutan. Hasil akhir pada tahapan ini adalah sebuah izin prinsip yang dikenal dengan Letter of Intent yang dapat berupa izin sementara, izin tetap hinga izin perluasan. Untk beerapa jenis perusahaan misalnya, sole distributor dari sebuah merek dagang, Letter of Intent akan memberi turunan berupa Letter of Appointment sebagai bentuk surat perjanjian keagenan yang merupakan izin perluasan jika perusahaan ini memberi kesempatan pada perusahaan lain untuk mendistribusikan barang yang diproduksi. Berikut ini adalah dokumen yang diperlukan, sebagai berikut :
• Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
• Bukti diri

Selain itu terdapat beberapa Izin perusahaan lainnya yang harus dipenuhi :
• Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), diperoleh melalui Dep. Perdagangan
• Surat Izin Usaha Industri (SIUI), diperoleh melalui Dep. Perindustrian
• Izin Domisili
• Izin Gangguan.
• Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
• Izin dari Departemen Teknis

2. Tahapan pengesahan menjadi badan hukum
Tidak semua badan usaha mesti ber badan hukum. Akan tetapi setiap usaha yang memang dimaksudkan untuk ekspansi atau berkembang menjadi berskala besar maka hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin atas kegiatan yang dilakukannya tidak boleh mengabaikan hukum yang berlaku. Izin yang mengikat suatu bentuk usaha tertentu di Indonesia memang terdapat lebih dari satu macam. Adapun pengakuan badan hukum bisa didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hingga Undang-Undang Penanaman Modal Asing ( UU PMA ).

3. Tahapan penggolongan menurut bidang yang dijalani
Badan usaha dikelompokkan kedalam berbagai jenis berdasarkan jenis bidang kegiatan yang dijalani. Berkaitan dengan bidang tersebut, maka setiap pengurusan izin disesuaikan dengan departemen yang membawahinya seperti kehutanan, pertambangan, perdagangan, pertanian dsb.

4. Tahapan mendapatkan pengakuan, pengesahan dan izin dari departemen lain yang terkait
Departemen tertentu yang berhubungan langsung dengan jenis kegiatan badan usaha akan mengeluarkan izin. Namun diluar itu, badan usaha juga harus mendapatkan izin dari departemen lain yang pada nantinya akan bersinggungan dengan operasional badan usaha misalnya Departemen Perdagangan mengeluarkan izin pendirian industri pembuatan obat berupa SIUP. Maka sebgai kelanjutannya, kegiatan ini harus mendapatkan sertifikasi juga dari BP POM, Izin Gangguan atau HO dari Dinas Perizinan, Izin Reklame.





Draft Kontrak Kerja IT
1. Masa Percobaan
Masa percobaan dimaksudkan untuk memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau tidak untuk melakukan pekerjaan yang akan diserahkan kepadanya serta untuk mengetahui kepribadian calon buruh (magang).
2. Yang Dapat Membuat Perjanjian Kerja
Untuk dapat membuat (kontrak) perjanjian kerja adalah orang dewasa.
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
4. Isi Perjanjian Kerja
Pada pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau kesusilaan. Dalam praktek, pada umumnya isi perjanjian kerja biasanya mengenai besarnya upah, macam pekerjaan dan jangka waktunya.
5. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun. Untuk mengadakan perpanjangan pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada buruh selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diperbaharui hanya 1 (satu) kali saja dan pembeharuan tersebut baru dapat diadakan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari berakhirnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut.
6. Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu.
7. Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan diterima oleh buruh uang panjar, maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan kontrak (perjanjian) kerja itu dengan jalan tidak meminta kembali atau mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e KUH Perdata). Meskipun uang panjar dikembalikan atau dianggap telah hilang, perjanjian kerja tetap ada.
Nah, secara garis besar seperti itulah bagaimana proses atau tahap yang harus diketahui dan dilakukan dalam mengaplikasikan atau membangun bisnis khususnya di bidang TI. Namun, untuk melakukan bisnis dibidang TI tidak harus kita membangun sebuah perusahaan seperti yang sudah di jelaskan diatas, untuk memulai bisnis dibidang TI kita bisa melakukannya dari ruang lingkup kecil, seperti membangun sebuah e-commerce yang dewasa ini sedang berkembang dengan pesat.
Transaksi perdagangan melalui internet (e-commerce) sangat menguntungkan, sehingga transaksi perdagangan ini sangat diminati oleh para pelaku usaha (business to business) karena telah mengubah cara para pelaku usaha tersebut dalam memperoleh produk yang diinginkan, mempermudah proses dalam pemasaran suatu produk (promosi) serta berbisnis dengan counterpart di luar negeri.
Di Indonesia, bisnis online sudah sangat menjamur dan bahkan sudah berkembang begitu pesat, misalnya dalam hal penjualan produk-produk barang ataupun jasa yang ditawarkan. Saat ini toko butik pun bisa saja tidak harus memiliki tempat atau wujud nyata dimana kita bisa berkunjung dan memilih barang-barang yang diinginkan di sana. Kini hanya tinggal membuka sebuah halaman website, kemudian kita dapat langsung melihat-lihat dan memilih barang apa saja yang ingin kita beli dan dalam waktu yang singkat barang tersebut sudah dapat kita terima. Begitulah dunia bisnis online yang sudah begitu banyak memberikan kemudahan bagi para konsumen maupun para pengusaha.

BAB X
MODEL PENGEMBANGAN STANDAR PROFESI
a. Jenis-jenis profesi di bidang IT dan Deskripsi kerja profesi IT
IT Support Officer
Memiliki kualifikasi diantaranya ialah D3 / S1 bidang Ilmu Komputer, Mahir Windows System, Linux System, Networking, Troubleshooting, mampu bekerja dalam individu / tim, memiliki motivasi kerja yang tinggi, energik, dan kreatif, ulet dan pekerja keras, Bertanggung jawab terhadap pekerjaan, Menguasai bahasa pemrograman AS/400 atau IT product development dan networking komunikasi data atau metodologi pengembangan aplikasi (SDLC, waterfall) dan project management. Sedangkan tanggung jawabnya ialah menerima, memprioritaskan dan menyelesaikan permintaan bantuan IT. Membeli hardware IT, software dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal tersebut. Instalasi, perawatan dan penyediaan dukungan harian baik untuk hardware & software Windows & Macintosh, peralatan termasuk printer, scanner, hard-drives external, dll. Korespondensi dengan penyedia jasa eksternal termasuk Internet Service Provider, penyedia jasa Email, hardware, dan software supplier, dll. Mengatur penawaran harga barang dan tanda terima dengan supplier untuk kebutuhan yang berhubungan dengan IT. Menyediakan data / informasi yang dibutuhkan untuk pembuatan laporan department regular

Network Administrator
Kualifikasinya ialah D3 / S1 bidang Ilmu Komputer.  Usia 25-30 tahun. Pengalaman di bidang IT Network / Network Administrator 2-3 tahun.  Memahami LAN, WAN, Mailserver, PDC/BDC, Linux / Free BSD. Menguasai Linux Redora Server. Menguasai secara mendalam win2000 administration tool. Mengikuti perkembangan TI terkini. Memiliki motivasi kerja yang tinggi, energik, dan kreatif.  Mampu berbahasa inggris aktif, lisan maupun tulisan. Tugas dan tanggung jawab antara lain maintain dan perawatan jaringan LAN. Archive data. Maintain dan perawatan computer

Delphi Programmer,
Kualifikasi untuk profesi ini adalah S1 Teknologi Informasi. Usia 22-26 tahun. Mampu berbahasa inggris aktif, lisan maupun tulisan. Mengerti dan memahami SQL Command, Oracle database, MySQL dan MSSQL Server. Mempunyai karakter dan attitude yang baik. Mampu bekerja dengan supervisi yang minim. Mampu bekerja dalam Tim. GPA min. 2,75. Pengalaman 0-2 tahun. Tanggun jawab dari pekerjaan ini yaitu menguasai bahasa pemrograman Borland Delphi. Berpengalaman dalam database programming. Mengerti multi tier programming dan object oriented programming

Network Engineer,
Kualifikasinya ialah S1 bidang Informatika. Pengalaman kerja sebagai Network Engineer. Memiliki sertifikasi setara Network Engineer (CCNA). Menguasai dan wajib berpengalaman minimal 1 tahun mengelola LAN. Mengerti hardware (PC, Printer, Hub, dll).  Menguasai MS Windows, Linux dan Office. Menguasai PC Remote misal PC Anywhere atau lainnya. Menguasai database (SQL Server) merupakan nilai tambah, sedangkan untuk tugas dan tanggung jawab adalah Maintenance LAN dan Koneksi Internet. Maintenance hardware. Maintenance database dan file. Help Desk. Inventory.

IT Programmer 
Memiliki kualifikasi, Lulusan S1 Teknologi Informasi. Menguasai PHP, Java, OOP, MySQL, VB. NET/C#, C++.  Pengalaman min 2 tahun.  Mampu berbahasa inggris aktif, lisan maupun tulisan. Usia 20-30 tahun. Mampu melakukan Presentasi. Dapat bekerja dalam Tim. Tanggung jawab pada profesi ini adalah ambil bagian dalam pengembangan dan integrasi perangkat lunak. Mengembangkan secara aktif kemampuan dalam pengembangan perangkat lunak. Menerima permintaan user untuk masalah-masalah yang harus diselesaikan. Menyediakan dukungan dan penyelesaian masalah konsumen baik untuk konsumen internal maupun eksternal. Bertanggung jawab atas kepuasan terkini pelanggan. Melakukan tugas-tugas yang berkaitan dan tanggung jawab yang diminta, seperti dalam sertifikat dan menuruti rencana dasar perusahaan untuk membangun kecakapan dalam portfolio pruduk IBM.  Mengerjakan macam-macam tugas terkait seperti yang diberikan  Membentuk kekompakan maksimum dalam perusahaan bersama dengan rekan-rekan dalam perusahaan.

System Analyst 
Memiliki kualifikasi, Pendidikan min S1. Pengalaman di bidangnya min 3 tahun. Usia maksimal 40 tahun. Mahir membuat software database windows / web sesuai kebutuhan perusahaan, pengolahan, dan maintenance database. Pengalaman mendevelop Business Intelligence/Datawarehouse/OLAP adalah sustu nilai tambah. Jujur, bertanggung jawab, cepat belajar hal-hal baru, ramah, berorientasi customer service, mampu bekerja mandiri dengan minimal supervisi maupun sebagai tim. Menguasai pemrograman visual windows dan web, programming (NET, VB, Delphi, PowerBuilder, Clarion, dll) dan konsep RDBMS (SQL Server/Oracle/MySQL/ASA, dll)




 b   Stándar profesi ACM dan IEEE
ACM (Association for Computing Machinery)
ACM (Association for Computing Machinery) atau Asosiasi untuk Permesinan Komputer adalah sebuah serikat ilmiah dan pendidikan komputer pertama di dunia yang didirikan pada tahun 1947. Anggota ACM sekitar 78.000 terdiri dari para profesional dan para pelajar yang tertarik akan komputer. ACM bermarkas besar diKotaNew York. ACM diatur menjadi 170 bagian lokal dan 34 grup minat khusus (SIG), di mana mereka melakukan kegiatannya.
SIG dan ACM, mensponsori konferensi yang bertujuan untuk memperkenalkan inovasi baru dalam bidang tertentu. Tidak hanya mensponsori konferensi, ACM juga pernah mensponsori pertandingan catur antara Garry Kasparov dan komputer IBM Deep Blue.
IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers)
IEEE adalah organisasi internasional beranggotakan para insinyur dengan tujuan untuk mengembangan teknologi untuk meningkatkan harkat kemanusiaan. Sebelumnya IEEE memiliki kepanjangan yang dalamIndonesiaberarti Institut Insinyur Listrik dan Elektronik (InstituteofElectricaland Electronics Engineers). Namun kini kepanjangan itu tak lagi digunakan, sehingga organisasi ini memiliki nama resmi IEEE saja.
IEEE adalah sebuah organisasi profesi nirlaba yang terdiri dari banyak ahli di bidang teknik yang mempromosikan pengembangan standar-standar dan bertindak sebagai pihak yang mempercepat teknologi-teknologi baru dalam semua aspek dalam industri dan rekayasa (engineering), yang mencakup telekomunikasi, jaringan komputer, kelistrikan, antariksa, dan elektronika.
IEEE memiliki lebih dari 300.000 anggota individual yang tersebar dalam lebih dari 150 negara. Aktivitasnya mencakup beberapa panitia pembuat standar, publikasi terhadap standar-standar teknik, serta mengadakan konferensi.
IEEE Indonesia Section berada pada IEEE Region 10 (Asia-Pasifik). Ketua IEEE Indonesia Section tahun 2009-2010 adalah Arnold Ph Djiwatampu. Saat ini IEEE Indonesia Section memiliki beberapa chapter, yaitu:
  • Chapter Masyarakat Komunikasi (Communications Society Chapter)
  • Chapter Masyarakat Sistim dan Sirkuit (Circuits and Systems Society Chapter)
  • Chapter Teknologi Bidang Kesehatan dan Biologi (Engineering in Medicine and Biology Chapter)
  • Chapter Gabungan untuk Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Peralatan Elektron, Masyarakat Elektronik Listrik, dan Masyarakat Pemroses Sinyal (Join Chapter of Education Society, Electron Devices Society, Power Electronics Society, Signal Processing Society)
  • Chapter Gabungan MTT/AP-S (Joint chapter MTT/AP-S)
Pembentukan Standar Profesi Teknologi Informasi di Indonesia
Dalam memformulasikan standard untukIndonesia, suatu workshop sebaiknya diselenggarakan oleh IPKIN. Partisipan workshop tersebut adalah orang-orang dari industri, pendidikan, dan pemerintah. Workshop ini diharapkan bisa memformulasikan deskripsi pekerjaan dari klasifikasi pekerjaan yang belum dicakup oleh model SRIG-PS, misalnya operator. Terlebih lagi, workshop tersebut akan menyesuaikan model SRIG-PS dengan kondisiIndonesiadan menghasilkan model standard untukIndonesia. Klasifikasi pekerjaan dan deskripsi pekerjaan ini harus diperluas dan menjadi standard kompetensi untuk profesioanal dalam Teknologi Informasi.
Persetujuan dan pengakuan dari pemerintah adalah hal penting dalam pengimplementasian standard di Indonesia. Dengan demikian, setelah standard kompetensi diformulasikan, standard tersebut dapat diajukan kepada kepada Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja. Selain itu standard tersebut juga sebaiknya harus diajukan kepada Menteri Pendidikan dengan tujuan membantu pembentukan kurikulum Pendidikan Teknologi Informasi di Indonesia dan untuk menciptakan pemahaman dalam pengembangan model sertifikasi.
Untuk melengkapi standardisasi, IPKIN sudah perlu menetapkan Kode Etik untuk Profesi Teknologi Informasi. Kode Etik IPKIN akan dikembangkan dengan mengacu pada Kode Etik SEARCC dan menambahkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan kondisi diIndonesia.
Selanjutnya, mekanisme sertifikasi harus dikembangkan untuk mengimplementasikan standard kompetensi ini. Beberapa cara pendekatan dari negara lain harus dipertimbangkan. Dengan demikian, adalah penting untuk mengumpulkan mekanisme standard dari negara-negara lain sebelum mengembangkan mekanisme sertifikasi di Indonesia.
Sertifikasi sebaiknya dilaksanakan oleh IPKIN sebagai Asosiasi Komputer Indonesia. Pemerintah diharapkan akan mengakui sertifikat ini, dan memperkenalkan dan mendorong implementasinya di industri. Dalam mengimplementasikan mekanisme sertifikasi, beberapa badan perlu dibentuk
  • Badan Penguji harus dibentuk dan institusi pendidikan sebaiknya dilibatkan dalam mekanisme ini. Hal ini perlu karena institusi pendidikan memiliki pengalaman dalam memberikan ujian.
  • Panitia Persiapan Ujian, mempersiakan kebutuhan administrasi, pendaftaran, penjadwalan, pengumpulan materi ujian.
  • Pelaksana Ujian, mempersiapkan tempat ujian dan melaksanakan ujian. Menyerahkan hasil ujian kepada Badan Penguji untuk diperiksa, mengolah hasil dan memberikan hasil kepada IPKIN
  • Pelaksana akreditasi training centre, untuk kebutuhan resertifikasi maka perlu dibentuk badan yang melakukan penilaian terhadap pelaksana pusat pelatihan, tetapi hal ini baru dilaksanakan setelah 5 tahun sistem sertifikasi berjalan,.
  • Pelaksana resertifikasi, hal ini mungkin baru dapat dilaksanakan setelah 5 tahun setelah sistem sertifikasi berjalan dengan baik
Kerja sama antara institusi terkait dikoordinasikan. IPKIN sebagai Asosiasi Profesi dapat memainkan peranan sebagai koordinator. Dalam pembentukan mekanisme sertifikasi harus diperhatikan beberapa hal yang dapat dianggap sebagai kriteria utama:
  • Sistem sertifikasi sebaiknya kompatibel dengan pembagian pekerjaan yang diakui secara regional.
  • Memiliki berbagai instrument penilaian, misal test, studi kasus, presentasi panel, dan lain-lain.
  • Harus memiliki mekanisme untuk menilai dan memvalidasi pengalaman kerja dari para peserta, karena kompetensi profesional juga bergantung dari pengalaman kerja pada bidang tersebut.
  • Harus diakui pada negara asal.
  • Harus memiliki silabus dan materi pelatihan, yang menyediakan sarana untuk mempersiapkan diri untuk melakukan ujian sertifikasi tersebut.
  • Sebaiknya memungkinkan untuk dilakukan re-sertifikasi
Sebagai kriteria tambahan adalah :
  • Terintegrasi dengan Program Pengembangan Profesional
  • Dapat dilakukan pada region tersebut.
Dalam hal sertifikasi ini SEARCC memiliki peranan dalam hal :
  • Menyusun panduan
  • Memonitor/dan bertukar pengalaman
  • Mengakreditasi sistem sertifikasi, agar mudah diakui oleh negara lain anggota SEARCC
  • Mengimplementasi sistem yang terakreditasi tersebut
Model dan standar profesi di USA dan Kanada
Dunia Teknologi Informasi (TI) merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya pada tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun mendatang. Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya ng lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi dilakukan seka li tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC ’96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996.
Sri Lanka telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Austr alia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation) , yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.
STANDARDISASI PROFESI MODEL SRIG-PS SEARCC
SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga standard profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil sebagai berikut :
  • Terbentuknya Kode Etik untuk profesional TI
  • Klasifikasi pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
  • Panduan metoda sertifikasi dalam TI
  • Promosi dari program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC
Pada pertemuan yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat point tersebut hampir dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di Karachi. Dalam pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsordariCenterof International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja tersebut dapat diperoleh di Central Academy of Information Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan SRIG-PS dilakukan dalam 2 phase.
  • Phase 1, hingga pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
  • Phase 2, akan diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC 97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.

0 komentar:

Posting Komentar